You are currently viewing Mengenal Ancaman Insider Threat: Bahaya dari Dalam Organisasi
insider threat

Mengenal Ancaman Insider Threat: Bahaya dari Dalam Organisasi

Table of Contents

Mengenal Ancaman Insider Threat: Bahaya dari Dalam Organisasi

Insider threat adalah salah satu ancaman keamanan yang berasal dari dalam organisasi, di mana karyawan, kontraktor, atau mitra bisnis yang memiliki akses ke sistem internal memanfaatkan hak istimewa tersebut untuk melakukan tindakan berbahaya. Berbeda dengan ancaman eksternal seperti peretasan atau malware, insider threat melibatkan individu yang sudah memiliki kepercayaan dan akses terhadap data sensitif. Sehingga ancaman ini lebih sulit dideteksi dan dapat menimbulkan kerusakan yang lebih signifikan. Tindakan tersebut bisa berupa pencurian data, sabotase sistem, atau kebocoran informasi rahasia yang berdampak besar pada operasional dan reputasi perusahaan. Admin TechThink Hub Indonesia akan membahas mengenai Insider threat, mari simak.

Insider threat menjadi semakin relevan di era digital, di mana akses terhadap data dan informasi sangat mudah dan luas. Selain ancaman yang disengaja, insider threat juga bisa muncul karena kelalaian, seperti kesalahan konfigurasi atau pelanggaran keamanan yang tidak disengaja. Oleh karena itu, memahami dan mengidentifikasi potensi ancaman dari dalam organisasi menjadi prioritas utama bagi banyak perusahaan untuk menjaga keamanan data dan mencegah kerugian besar yang disebabkan oleh aktor dalam.

Jenis Insider Threat

insider threat
insider threat

Insider threat adalah ancaman keamanan yang berasal dari individu dalam organisasi. Seperti karyawan, kontraktor, atau mitra bisnis yang memiliki akses sah ke sistem dan data perusahaan tetapi menyalahgunakan akses tersebut untuk tujuan yang merugikan. Ancaman dari dalam ini dapat dikategorikan berdasarkan niat, tindakan, dan dampaknya. Pemahaman tentang jenis-jenis insider threat penting untuk mengidentifikasi, mendeteksi, dan mencegah ancaman sebelum mereka menyebabkan kerugian besar. Berikut adalah penjelasan tentang jenis-jenis insider threat yang umumnya ditemukan dalam organisasi:

1. Malicious Insider (Insider yang Berbahaya)

Malicious insiders adalah individu yang dengan sengaja menyalahgunakan akses mereka ke sistem perusahaan untuk keuntungan pribadi, balas dendam, atau tujuan lain yang merugikan organisasi. Mereka biasanya memiliki motivasi tersembunyi yang berbahaya, seperti ingin mencuri data sensitif, merusak sistem, atau melakukan sabotase.

a. Spionase Korporat

Malicious insiders yang terlibat dalam spionase korporat mencuri informasi berharga, seperti rahasia dagang, data produk, atau teknologi eksklusif, dan memberikannya kepada pesaing atau pihak luar yang dapat memanfaatkannya.

  • Contoh: Seorang insinyur perangkat lunak yang mengunduh kode sumber milik perusahaan untuk diserahkan ke perusahaan pesaing.

b. Sabotase

Karyawan yang marah atau tidak puas mungkin melakukan tindakan sabotase dengan merusak data, menghapus file penting, atau menyebabkan sistem organisasi menjadi tidak berfungsi.

  • Contoh: Seorang karyawan yang dipecat meninggalkan “backdoor” di sistem perusahaan untuk melakukan serangan di masa mendatang atau menghapus data setelah mereka keluar.

c. Pencurian Data

Karyawan dapat mencuri informasi sensitif seperti data pelanggan, rincian keuangan, atau strategi bisnis untuk dijual ke pihak ketiga atau digunakan untuk kepentingan pribadi.

  • Contoh: Seorang karyawan di departemen keuangan yang menyalin data kartu kredit pelanggan untuk dijual di pasar gelap.

d. Fraud (Penipuan)

Malicious insiders yang terlibat dalam penipuan mungkin memanipulasi sistem keuangan atau administratif untuk keuntungan pribadi. Seperti mengubah data keuangan, mengklaim penggantian biaya palsu, atau menciptakan faktur palsu.

  • Contoh: Seorang pegawai administrasi yang menyalahgunakan akses ke sistem pembayaran untuk mengalihkan dana ke rekening pribadi.

2. Negligent Insider (Insider yang Lalai)

Negligent insiders adalah individu yang tidak bermaksud jahat tetapi secara tidak sengaja membahayakan keamanan organisasi karena kelalaian, ketidaktahuan, atau kegagalan untuk mengikuti protokol keamanan. Meskipun tidak disengaja, ancaman dari karyawan yang lalai bisa sangat merusak.

a. Penggunaan Kata Sandi yang Lemah atau Berulang

Karyawan yang menggunakan kata sandi yang lemah atau menggunakan kembali kata sandi di berbagai sistem dapat membuka pintu bagi peretas untuk mengeksploitasi sistem tersebut.

  • Contoh: Seorang karyawan menggunakan kata sandi yang sama untuk akun email pribadi dan akun perusahaan. Jika akun pribadi diretas, peretas dapat mengakses akun perusahaan dengan mudah.

b. Kelalaian dalam Menjaga Keamanan Perangkat

Insider yang lalai mungkin gagal mengamankan perangkat mereka, seperti laptop, tablet, atau smartphone, yang menyimpan informasi sensitif. Jika perangkat ini hilang atau dicuri, data di dalamnya bisa terekspos.

  • Contoh: Seorang karyawan yang meninggalkan laptop tanpa pengawasan di tempat umum tanpa enkripsi dapat menyebabkan kebocoran data jika perangkat jatuh ke tangan yang salah.

c. Membuka Email Phishing

Phishing adalah ancaman umum di mana karyawan menjadi sasaran penipuan melalui email yang tampak sah. Negligent insiders yang membuka email phishing atau mengklik tautan berbahaya dapat secara tidak sengaja mengizinkan malware masuk ke jaringan perusahaan.

  • Contoh: Seorang karyawan menerima email dari penyerang yang menyamar sebagai manajer IT dan mengklik tautan yang menyebabkan malware menginfeksi sistem.

d. Kesalahan dalam Konfigurasi Sistem

Karyawan yang tidak memiliki pemahaman teknis yang memadai mungkin secara tidak sengaja salah mengonfigurasi perangkat lunak atau sistem keamanan. Sehingga membiarkan celah yang dapat dieksploitasi oleh penjahat siber.

  • Contoh: Seorang admin sistem yang gagal memperbarui pengaturan keamanan firewall, membiarkan peretas mengeksploitasi kerentanan yang sudah diketahui.

3. Compromised Insider (Insider yang Dikompromikan)

Compromised insiders adalah karyawan atau mitra yang tidak dengan sengaja berniat menyebabkan kerusakan, tetapi mereka telah dikompromikan oleh penyerang eksternal yang memanfaatkan kredensial mereka untuk mendapatkan akses ke sistem internal. Hal ini biasanya terjadi melalui serangan siber, seperti phishing, rekayasa sosial, atau pengambilalihan akun.

Baca Juga:  Memahami Key Performance Index dalam Manajemen Bengkel

a. Pengambilalihan Akun

Dalam kasus ini, penjahat siber memperoleh akses ke kredensial login karyawan melalui serangan phishing atau eksploitasi kerentanan keamanan. Mereka kemudian menggunakan akun ini untuk masuk ke sistem perusahaan seolah-olah mereka adalah karyawan yang sah.

  • Contoh: Seorang karyawan tanpa disadari memberikan informasi login mereka dalam serangan phishing, dan peretas menggunakan kredensial tersebut untuk mencuri data dari sistem perusahaan.

b. Penggunaan Malware untuk Akses Jarak Jauh

Penyerang dapat menginfeksi perangkat karyawan dengan malware yang memungkinkan mereka mengendalikan perangkat tersebut dari jarak jauh. Dengan demikian, penyerang dapat mengakses jaringan perusahaan menggunakan perangkat yang sudah dikompromikan.

  • Contoh: Seorang karyawan mengunduh perangkat lunak berbahaya dari internet yang memungkinkan peretas mengakses jaringan perusahaan melalui perangkat yang terinfeksi.

c. Manipulasi melalui Rekayasa Sosial

Penyerang sering kali menggunakan rekayasa sosial untuk memanipulasi karyawan agar memberikan akses ke sistem atau informasi sensitif tanpa menyadari dampaknya. Ini bisa melibatkan berpura-pura menjadi atasan, rekan kerja, atau mitra bisnis.

  • Contoh: Seorang karyawan menerima telepon dari seseorang yang mengaku sebagai anggota tim IT yang membutuhkan kredensial login mereka untuk memperbaiki masalah teknis. Karyawan tersebut, tanpa curiga, memberikan informasi yang diminta.

4. Third-Party Insider (Insider dari Pihak Ketiga)

Third-party insiders adalah vendor, kontraktor, atau mitra bisnis yang diberikan akses ke sistem perusahaan. Meskipun mereka bukan karyawan langsung, mereka masih dapat menjadi ancaman serius jika akses mereka disalahgunakan atau tidak dijaga dengan baik.

a. Vendor yang Tidak Aman

Vendor atau mitra bisnis mungkin tidak menerapkan protokol keamanan yang kuat. Sehingga memungkinkan penyerang untuk mengeksploitasi sistem mereka dan mengakses data perusahaan.

  • Contoh: Seorang vendor IT yang diberi akses jarak jauh ke sistem perusahaan tetapi tidak menggunakan enkripsi yang tepat. Hal ini memungkinkan peretas untuk mengeksploitasi koneksi tersebut.

b. Penggunaan Tidak Sah Akses oleh Pihak Ketiga

Vendor atau kontraktor yang memiliki akses ke sistem perusahaan mungkin menggunakan akses tersebut untuk tujuan yang tidak sah. Seperti mengakses data yang tidak terkait dengan tugas mereka atau menjual informasi kepada pesaing.

  • Contoh: Seorang kontraktor yang bekerja untuk memelihara sistem perusahaan mengakses data keuangan yang tidak terkait dengan tugasnya dan menjual informasi tersebut ke pihak ketiga.

c. Kerentanan dalam Sistem Pihak Ketiga

Jika sistem pihak ketiga yang terhubung ke jaringan perusahaan memiliki kerentanan, ini bisa dieksploitasi oleh penjahat siber untuk mengakses sistem utama perusahaan.

  • Contoh: Sebuah perusahaan menggunakan penyedia layanan penyimpanan cloud eksternal yang keamanannya lemah, memungkinkan peretas mengakses data perusahaan melalui layanan tersebut.

5. Privileged Insider (Insider dengan Hak Istimewa)

Privileged insiders adalah individu yang memiliki akses tinggi atau hak istimewa ke sistem kritis. Seperti administrator sistem, pengembang IT, atau eksekutif senior. Karena tingginya tingkat akses yang mereka miliki, mereka bisa menimbulkan ancaman besar jika akses tersebut disalahgunakan.

a. Penyalahgunaan Akses Admin

Privileged insiders yang memiliki hak akses administratif ke jaringan dan data sensitif dapat menyalahgunakan posisi mereka untuk mengubah konfigurasi, menghapus data, atau menginstal perangkat lunak berbahaya.

  • Contoh: Seorang administrator sistem yang tidak puas dapat mengakses dan menghapus database penting sebagai bentuk balas dendam terhadap perusahaan.

b. Pengambilalihan Kredensial Admin

Jika akun dengan hak istimewa tinggi dikompromikan, penyerang dapat memanfaatkan akses tersebut untuk merusak seluruh sistem perusahaan atau mencuri data sensitif dalam skala besar.

  • Contoh: Seorang peretas berhasil mendapatkan kredensial seorang administrator sistem dan menggunakan akses tersebut untuk mengunduh data sensitif dari server perusahaan.

c. Hak Akses Berlebihan

Terkadang, karyawan dengan hak istimewa memiliki akses yang berlebihan ke sistem yang tidak mereka perlukan, yang meningkatkan risiko penyalahgunaan akses, baik disengaja maupun tidak.

  • Contoh: Seorang manajer proyek yang memiliki akses ke data keuangan dan sumber daya manusia, meskipun data tersebut tidak relevan dengan perannya. Hal ini bisa berpotensi menyalahgunakan akses tersebut.

Dampak dan Cara Mendeteksi Insider Threat

insider threat
insider threat

Insider threat adalah ancaman yang muncul dari dalam organisasi, melibatkan karyawan, kontraktor, atau mitra yang memiliki akses sah ke sistem atau data perusahaan. Tetapi menyalahgunakan akses tersebut untuk tujuan yang merugikan. Insider threat dapat berdampak serius pada keuangan, reputasi, operasional, dan keamanan organisasi. Karena insiders sudah memiliki akses ke sistem dan informasi, mendeteksi ancaman ini sering kali jauh lebih sulit dibandingkan dengan ancaman eksternal, seperti serangan siber oleh peretas. Berikut adalah penjelasan mengenai dampak dari insider threat dan cara mendeteksinya.

1. Dampak dari Insider Threat

Insider threat dapat menyebabkan kerusakan yang signifikan, tergantung pada jenis dan intensitas ancaman. Dampak tersebut meliputi aspek finansial, operasional, reputasi, dan hukum.

a. Dampak Finansial

Kerugian finansial yang diakibatkan oleh insider threat dapat sangat besar, termasuk biaya pemulihan, kerugian pendapatan, serta denda atau hukuman akibat pelanggaran regulasi.

  • Pencurian Data: Insiders yang mencuri data sensitif, seperti informasi pelanggan, data keuangan, atau rahasia dagang. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan kehilangan nilai kompetitif dan mengalami kerugian finansial besar.
    • Contoh: Pencurian data pelanggan atau pelanggaran sistem pembayaran dapat mengakibatkan denda besar jika perusahaan melanggar regulasi seperti GDPR atau PCI-DSS.
  • Penipuan Internal: Karyawan yang terlibat dalam fraud atau manipulasi data keuangan dapat merugikan perusahaan secara langsung melalui penggelapan dana, pembuatan faktur palsu, atau pencurian aset.
    • Contoh: Seorang karyawan di bagian keuangan bisa mengalihkan dana perusahaan ke rekening pribadi, yang mengakibatkan kerugian langsung bagi perusahaan.

b. Dampak Operasional

Insider threat dapat menyebabkan gangguan besar pada operasi perusahaan, baik melalui sabotase sistem, penghapusan data, atau kelalaian dalam menjaga keamanan.

  • Gangguan Sistem: Sabotase oleh insider yang memiliki akses ke infrastruktur TI kritis dapat menghentikan operasi bisnis. Hal ini menyebabkan downtime, dan kehilangan produktivitas.
    • Contoh: Seorang admin sistem yang marah bisa menghapus file sistem penting atau mengubah konfigurasi jaringan sehingga sistem perusahaan menjadi tidak dapat diakses.
  • Kerusakan Infrastruktur IT: Ancaman insider juga bisa menyebabkan kerusakan fisik atau virtual pada infrastruktur. Seperti menghapus data tanpa cadangan atau memperkenalkan malware ke sistem.
    • Contoh: Penyebaran malware secara tidak sengaja oleh karyawan dapat merusak database perusahaan dan menimbulkan biaya pemulihan yang tinggi.

c. Dampak Reputasi

Kerusakan reputasi adalah salah satu dampak paling parah dari insider threat. Pelanggaran data yang diakibatkan oleh insiders dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pelanggan dan mitra bisnis.

  • Kebocoran Data Pelanggan: Jika data pelanggan bocor karena insider, perusahaan dapat mengalami kerusakan reputasi yang sulit diperbaiki. Terutama jika kebocoran ini diungkapkan secara publik atau dilaporkan di media.
    • Contoh: Sebuah perusahaan teknologi mengalami kebocoran data akibat kelalaian karyawan, yang mengakibatkan pelanggan berhenti menggunakan layanan mereka karena merasa data mereka tidak aman.
  • Pengaruh pada Hubungan Bisnis: Kejadian insider threat yang mengakibatkan pelanggaran integritas data juga dapat merusak hubungan dengan mitra bisnis, yang mungkin memutuskan untuk bekerja dengan pihak lain yang lebih aman.
    • Contoh: Pihak ketiga atau mitra bisnis dapat memutuskan kerja sama jika mereka kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan perusahaan untuk melindungi data dan sistem mereka.

d. Dampak Hukum

Insider threat dapat menyebabkan masalah hukum yang serius. Terutama jika melibatkan pelanggaran privasi, pencurian data, atau kelalaian dalam mematuhi regulasi keamanan data.

  • Pelanggaran Regulasi: Kebocoran data sensitif akibat insider dapat mengakibatkan pelanggaran regulasi seperti GDPR, HIPAA, atau PCI-DSS, yang membawa konsekuensi hukum termasuk denda besar dan tindakan hukum.
    • Contoh: Sebuah perusahaan e-commerce yang mengalami pelanggaran data karena kelalaian karyawan mungkin dikenakan denda jutaan dolar sesuai dengan GDPR.
  • Tuntutan Hukum: Jika insider threat menyebabkan kerugian finansial atau kerugian pada pihak ketiga, perusahaan dapat dihadapkan pada tuntutan hukum dari pelanggan atau mitra yang terkena dampak.
    • Contoh: Pelanggan yang datanya dicuri bisa menuntut perusahaan karena kelalaian dalam menjaga keamanan informasi pribadi mereka.
Baca Juga:  Apa itu Web Proxy? Solusi untuk Mengakses Konten yang Diblokir

2. Cara Mendeteksi Insider Threat

Mendeteksi insider threat merupakan tantangan karena insiders biasanya memiliki akses sah ke sistem dan data perusahaan. Namun, dengan penerapan strategi yang tepat, ancaman ini dapat dideteksi sebelum menyebabkan kerusakan besar. Berikut adalah cara-cara untuk mendeteksi insider threat:

a. Pemantauan Akses dan Aktivitas

Salah satu cara paling efektif untuk mendeteksi insider threat adalah melalui pemantauan akses dan aktivitas karyawan. Perusahaan dapat menggunakan alat yang melacak akses ke sistem, data, dan file sensitif, serta aktivitas mencurigakan yang dapat menunjukkan potensi ancaman dari dalam.

  • User and Entity Behavior Analytics (UEBA): Alat ini menggunakan machine learning untuk memantau pola perilaku normal pengguna dan mendeteksi aktivitas yang tidak biasa. Seperti akses ke data yang tidak relevan dengan pekerjaan, penggunaan sistem di luar jam kerja, atau pencarian file sensitif.
    • Contoh: Jika seorang karyawan yang biasanya hanya mengakses file keuangan tiba-tiba mulai mengakses data riset dan pengembangan, ini bisa menjadi sinyal peringatan.
  • Log Aktivitas dan Audit: Melakukan audit rutin terhadap log aktivitas di sistem perusahaan dapat membantu mengidentifikasi perubahan konfigurasi yang tidak sah, percobaan akses yang tidak biasa, atau peningkatan penggunaan sumber daya yang mencurigakan.
    • Contoh: Log menunjukkan karyawan mengakses file dari beberapa lokasi geografis yang berbeda dalam waktu singkat, yang menunjukkan kemungkinan kredensial mereka telah dicuri.

b. Deteksi Anomali

Sistem deteksi anomali membantu menemukan aktivitas yang menyimpang dari pola normal yang ditetapkan oleh pengguna atau sistem. Anomali ini bisa mencakup peningkatan aktivitas pada sistem tertentu, perubahan besar dalam pola penggunaan file, atau pencurian data dalam jumlah besar.

  • Pola Penggunaan Data yang Tidak Normal: Deteksi anomali memungkinkan perusahaan untuk menemukan aktivitas seperti pengunduhan besar-besaran data sensitif atau akses ke database kritis di luar jam kerja normal.
    • Contoh: Karyawan yang biasanya hanya mengakses data keuangan tiba-tiba mengunduh seluruh database pelanggan dalam satu sesi.
  • Aktivitas Login yang Tidak Biasa: Deteksi anomali juga dapat mengidentifikasi login yang tidak biasa, seperti karyawan yang mencoba mengakses sistem dari perangkat yang tidak dikenal atau dari lokasi geografis yang tidak sesuai.
    • Contoh: Karyawan yang biasanya bekerja di satu kota tiba-tiba melakukan login dari negara lain, menunjukkan kemungkinan pengambilalihan akun.

c. Pemantauan Privileged Accounts

Privileged accounts, atau akun dengan hak akses tinggi, sering kali menjadi target insider threat karena mereka memiliki akses luas ke data dan sistem sensitif. Memantau aktivitas dari akun ini sangat penting untuk mendeteksi tindakan mencurigakan.

  • Pemantauan Real-Time: Alat khusus dapat memantau akses akun yang memiliki hak istimewa secara real-time dan memberikan peringatan ketika terjadi aktivitas yang tidak biasa, seperti perubahan konfigurasi sistem atau akses ke data yang tidak relevan.
    • Contoh: Administrator sistem yang mengubah konfigurasi firewall di luar kebijakan keamanan standar perusahaan.
  • Peningkatan Akses yang Tidak Diperlukan: Karyawan dengan hak akses istimewa yang mencoba meningkatkan akses mereka atau mengakses data yang tidak terkait dengan pekerjaan mereka dapat menjadi tanda adanya insider threat.
    • Contoh: Seorang manajer IT yang meningkatkan hak akses mereka tanpa persetujuan untuk mengakses data yang tidak berhubungan dengan pekerjaan mereka.

d. Penggunaan Alat Deteksi Data Loss Prevention (DLP)

Data Loss Prevention (DLP) tools dapat membantu mendeteksi dan mencegah insider threat dengan memantau dan mengontrol data yang keluar dari jaringan perusahaan. Alat ini dapat mendeteksi ketika karyawan mencoba mengirim data sensitif ke perangkat eksternal atau email pribadi.

  • Pemantauan Transfer Data: DLP dapat mendeteksi ketika ada upaya untuk menyalin data sensitif ke perangkat eksternal seperti USB drive atau mengirim file besar melalui email tanpa otorisasi.
    • Contoh: Sistem DLP mendeteksi bahwa seorang karyawan mencoba mengirim file data pelanggan ke akun email pribadi.
  • Blokir Penggunaan Perangkat Eksternal: Alat DLP juga dapat digunakan untuk memblokir penggunaan perangkat eksternal, seperti flash drive, atau mengontrol transfer data melalui koneksi internet yang tidak aman.
    • Contoh: DLP memblokir upaya karyawan untuk mengunggah data ke layanan penyimpanan cloud yang tidak diizinkan.

e. Pemantauan Aktivitas Pihak Ketiga

Insider threat tidak hanya datang dari karyawan internal, tetapi juga dari pihak ketiga seperti vendor atau kontraktor. Oleh karena itu, penting untuk memantau aktivitas mereka saat mengakses sistem atau data perusahaan.

  • Penggunaan Laporan Akses Pihak Ketiga: Melakukan audit terhadap aktivitas akses pihak ketiga secara rutin untuk memastikan mereka hanya mengakses data yang relevan dengan tugas mereka.
    • Contoh: Vendor yang diberi akses ke sistem perusahaan untuk memelihara server, tetapi mencoba mengakses data keuangan yang tidak berhubungan dengan pekerjaan mereka.

f. Pengujian Karyawan melalui Simulasi Serangan

Organisasi dapat menggunakan simulasi serangan seperti phishing test untuk mengukur kesadaran karyawan terhadap ancaman siber. Hasil dari pengujian ini dapat menunjukkan seberapa rentan karyawan terhadap serangan sosial dan memberikan pelatihan lebih lanjut bagi mereka yang membutuhkan.

  • Phishing Simulation: Mengirimkan email phishing yang dikontrol ke karyawan untuk melihat siapa yang cenderung mengklik tautan berbahaya atau memberikan kredensial mereka.
    • Contoh: Simulasi phishing menunjukkan bahwa sejumlah karyawan masih cenderung membuka tautan berbahaya, menandakan perlunya pelatihan lebih lanjut.

Cara Mencegah Insider Threat

insider threat
insider threat

Insider threat adalah risiko yang berasal dari dalam organisasi, di mana individu dengan akses sah ke sistem atau data perusahaan menyalahgunakannya, baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Ancaman ini bisa datang dari karyawan, kontraktor, atau mitra pihak ketiga. Karena insider memiliki akses sah, mencegah ancaman ini memerlukan langkah-langkah keamanan yang cermat dan berlapis. Strategi pencegahan insider threat harus mencakup kebijakan keamanan yang ketat, teknologi pengawasan yang canggih, dan program pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran karyawan. Berikut adalah penjelasan tentang cara mencegah insider threat dengan berbagai pendekatan dan strategi yang dapat diterapkan oleh organisasi:

1. Penerapan Kebijakan Akses yang Ketat (Principle of Least Privilege)

Principle of Least Privilege (POLP) adalah kebijakan di mana setiap pengguna hanya diberikan akses ke sistem atau data yang diperlukan untuk menjalankan tugas mereka, dan tidak lebih dari itu. Dengan membatasi hak akses, risiko penyalahgunaan data atau sistem oleh insiders dapat dikurangi.

a. Pembatasan Hak Akses

Setiap karyawan harus memiliki hak akses minimum yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mereka, tanpa akses ke data atau sistem lain yang tidak relevan dengan tugas mereka.

  • Contoh: Seorang karyawan di departemen keuangan hanya memiliki akses ke data keuangan dan tidak dapat mengakses data riset dan pengembangan perusahaan.

b. Review Hak Akses secara Berkala

Melakukan audit berkala terhadap hak akses karyawan untuk memastikan bahwa tidak ada akses yang berlebihan atau tidak relevan.

  • Rekomendasi: Secara teratur meninjau dan mencabut hak akses dari karyawan yang sudah tidak memerlukan akses tertentu atau yang telah pindah ke departemen lain.
Baca Juga:  Apa itu Proxy Server? Cara Kerja, Jenis dan Manfaat Penggunaan

c. Kontrol Terhadap Privileged Accounts

Privileged accounts, atau akun dengan hak akses tinggi, sering kali menjadi target utama insider threat. Penggunaan akun-akun ini harus dipantau dan dibatasi hanya kepada individu yang benar-benar memerlukan akses tersebut.

  • Rekomendasi: Batasi jumlah akun dengan hak akses tinggi dan implementasikan kontrol akses tambahan seperti otentikasi multi-faktor (MFA) untuk semua aktivitas yang melibatkan akun ini.

2. Pemantauan dan Pelacakan Aktivitas Pengguna (User Activity Monitoring)

Pemantauan aktivitas pengguna adalah komponen penting dalam mencegah insider threat. Dengan memantau perilaku pengguna, organisasi dapat mendeteksi aktivitas yang tidak wajar atau mencurigakan yang mungkin menunjukkan adanya ancaman.

a. User and Entity Behavior Analytics (UEBA)

Menggunakan UEBA untuk memantau dan menganalisis pola aktivitas pengguna serta mendeteksi anomali yang mungkin menunjukkan insider threat. UEBA menggunakan teknologi berbasis machine learning untuk mendeteksi aktivitas yang tidak normal dibandingkan dengan perilaku tipikal pengguna.

  • Contoh: UEBA mendeteksi bahwa seorang karyawan yang biasanya mengakses sistem hanya selama jam kerja normal tiba-tiba mengakses sistem pada tengah malam dari lokasi geografis yang berbeda.

b. Pemantauan Real-Time

Alat pemantauan real-time memungkinkan organisasi untuk segera merespons jika ada aktivitas yang mencurigakan, seperti pengunduhan data dalam jumlah besar, perubahan konfigurasi sistem, atau percobaan akses ke sistem yang tidak sah.

  • Contoh: Sistem mendeteksi seorang karyawan mencoba mengunduh seluruh database pelanggan, dan admin TI menerima peringatan secara langsung untuk menghentikan tindakan tersebut.

c. Log Aktivitas dan Audit

Melakukan audit log secara rutin memungkinkan organisasi untuk meninjau semua aktivitas yang telah terjadi di sistem. Log aktivitas harus mencakup akses data, perubahan sistem, dan upaya login, serta dievaluasi untuk mendeteksi potensi ancaman.

  • Contoh: Seorang administrator keamanan meninjau log harian dan menemukan upaya akses data dari seorang karyawan yang seharusnya tidak memiliki akses tersebut.

3. Penerapan Otentikasi Multi-Faktor (Multi-Factor Authentication – MFA)

Otentikasi multi-faktor (MFA) adalah langkah penting dalam mencegah insider threat, terutama dalam mengamankan akun-akun penting. MFA mewajibkan pengguna untuk memasukkan lebih dari satu faktor otentikasi, biasanya berupa kombinasi kata sandi dan kode unik yang dikirim ke perangkat terpisah, seperti ponsel.

a. MFA untuk Akses ke Sistem Sensitif

Pastikan bahwa semua akses ke data sensitif dan sistem kritis memerlukan MFA untuk menambah lapisan keamanan, terutama untuk akun dengan hak istimewa.

  • Rekomendasi: Terapkan MFA untuk semua pengguna yang memiliki akses ke sistem perusahaan, terutama untuk akses jarak jauh dan akun dengan hak akses tinggi.

b. Keamanan Akses Jarak Jauh

Banyak organisasi mengizinkan karyawan untuk bekerja dari jarak jauh, yang meningkatkan risiko insider threat. MFA adalah langkah penting untuk memastikan bahwa hanya individu yang sah yang dapat mengakses sistem dari jarak jauh.

  • Contoh: Karyawan yang bekerja dari rumah harus memasukkan kata sandi dan kode verifikasi dari perangkat seluler mereka untuk dapat mengakses sistem perusahaan.

4. Peningkatan Kesadaran dan Pelatihan Karyawan (Security Awareness Training)

Kesadaran dan pelatihan keamanan sangat penting untuk mencegah insider threat, terutama yang berasal dari negligent insiders. Karyawan yang terlatih dengan baik akan lebih peka terhadap potensi ancaman dan memahami bagaimana melindungi informasi perusahaan.

a. Pelatihan Mengenai Phishing dan Rekayasa Sosial

Phishing dan rekayasa sosial adalah metode yang umum digunakan oleh penjahat siber untuk mengelabui karyawan agar memberikan akses ke sistem. Pelatihan yang berfokus pada identifikasi phishing dan rekayasa sosial dapat membantu karyawan mengenali email atau pesan yang mencurigakan.

  • Contoh: Karyawan dilatih untuk tidak mengklik tautan dalam email yang tidak dikenali dan segera melaporkan email yang mencurigakan kepada tim keamanan.

b. Simulasi Serangan Siber

Melakukan simulasi serangan secara berkala, seperti mengirim email phishing yang dikendalikan, dapat mengukur kesadaran keamanan karyawan dan memberikan evaluasi untuk pelatihan lebih lanjut.

  • Contoh: Tim keamanan menjalankan simulasi phishing untuk menguji karyawan, dan hasilnya digunakan untuk mengidentifikasi siapa yang memerlukan pelatihan tambahan.

c. Pendidikan tentang Kebijakan Keamanan Perusahaan

Pastikan semua karyawan memahami kebijakan keamanan perusahaan dan peran mereka dalam melindungi data dan sistem. Kebijakan ini harus mencakup penggunaan perangkat pribadi, akses data, dan pelaporan insiden keamanan.

  • Contoh: Setiap karyawan baru diberikan orientasi tentang kebijakan keamanan, termasuk larangan membawa perangkat pribadi yang tidak aman ke dalam jaringan perusahaan.

5. Penerapan Data Loss Prevention (DLP)

Data Loss Prevention (DLP) adalah teknologi yang digunakan untuk mencegah pengiriman atau transfer data sensitif dari jaringan perusahaan ke lokasi atau perangkat yang tidak sah. DLP sangat berguna dalam mencegah insider threat, terutama dari karyawan yang mungkin mencoba mencuri atau membocorkan data.

a. Memantau Transfer Data Sensitif

DLP memungkinkan organisasi untuk memantau dan memblokir transfer data yang mencurigakan, seperti pengiriman file sensitif melalui email atau pengunggahan data ke layanan cloud yang tidak disetujui.

  • Contoh: DLP mendeteksi seorang karyawan yang mencoba mengirim data pelanggan ke alamat email pribadi mereka dan memblokir pengiriman tersebut secara otomatis.

b. Blokir Penggunaan Perangkat Eksternal

DLP dapat digunakan untuk memblokir atau memantau penggunaan perangkat eksternal, seperti USB drive, yang sering kali menjadi alat bagi insiders untuk mencuri data.

  • Contoh: Seorang karyawan mencoba menyalin data ke USB drive, tetapi DLP memblokir akses ke perangkat eksternal tersebut.

c. Kebijakan Pengelolaan Data yang Ketat

Pastikan semua data sensitif dilindungi melalui enkripsi dan kebijakan manajemen data yang ketat. Hanya individu dengan otorisasi yang diizinkan untuk mengakses dan memindahkan data sensitif.

  • Contoh: File-file sensitif dilindungi dengan enkripsi, dan hanya departemen tertentu yang memiliki akses untuk mengunduh atau memindahkan data ke perangkat eksternal.

6. Peningkatan Keamanan untuk Third-Party Vendors (Pihak Ketiga)

Third-party insiders, seperti vendor atau kontraktor, sering kali memiliki akses ke sistem perusahaan, sehingga mereka juga menjadi potensi insider threat. Untuk mengurangi risiko dari pihak ketiga, penting untuk menerapkan pengawasan yang ketat terhadap akses mereka.

a. Audit Akses Vendor secara Berkala

Melakukan audit akses vendor secara berkala untuk memastikan bahwa pihak ketiga hanya memiliki akses ke sistem atau data yang diperlukan dan akses tersebut dicabut setelah pekerjaan selesai.

  • Contoh: Sebuah vendor IT yang selesai memelihara sistem perusahaan segera dicabut aksesnya dari jaringan perusahaan setelah tugas mereka selesai.

b. Kontrak dengan Klausul Keamanan yang Ketat

Pastikan semua kontrak dengan vendor atau mitra pihak ketiga mencakup klausul keamanan yang ketat, seperti kepatuhan terhadap kebijakan keamanan perusahaan, penggunaan MFA, dan pelatihan keamanan.

  • Contoh: Vendor yang bekerja dengan data sensitif diwajibkan untuk mengikuti standar keamanan yang sama dengan karyawan internal, termasuk enkripsi data dan MFA.

c. Pembatasan Akses Pihak Ketiga

Vendor dan kontraktor hanya boleh memiliki akses terbatas ke sistem yang relevan dengan pekerjaan mereka. Jangan memberikan akses penuh ke seluruh sistem perusahaan.

  • Contoh: Seorang kontraktor TI diberi akses hanya ke server yang perlu diperbaiki dan tidak diberi akses ke database pelanggan atau sistem keuangan.

7. Prosedur Pemutusan Hubungan Kerja yang Ketat (Offboarding)

Prosedur offboarding yang ketat sangat penting untuk mencegah insider threat setelah karyawan meninggalkan perusahaan. Jika tidak dilakukan dengan benar, mantan karyawan bisa tetap memiliki akses ke data atau sistem perusahaan.

a. Pemutusan Akses Segera Setelah Keluar

Setiap kali seorang karyawan meninggalkan perusahaan, baik secara sukarela atau tidak, akses mereka ke semua sistem harus segera dicabut untuk mencegah potensi penyalahgunaan.

  • Contoh: Setelah seorang karyawan mengundurkan diri, akun mereka di sistem perusahaan langsung dinonaktifkan dan hak akses ke semua sistem dicabut.

b. Pengembalian Perangkat dan Informasi

Pastikan bahwa karyawan yang meninggalkan perusahaan mengembalikan semua perangkat perusahaan dan informasi sensitif yang mungkin mereka simpan, seperti dokumen, laptop, atau perangkat lunak yang berhubungan dengan pekerjaan.

  • Contoh: Seorang manajer yang baru saja dipecat harus mengembalikan laptop perusahaan dan dokumen terkait sebelum meninggalkan kantor.

c. Exit Interview yang Menyeluruh

Selama exit interview, evaluasi apakah ada potensi risiko insider threat dari karyawan yang akan meninggalkan perusahaan. Hal ini termasuk memeriksa akses mereka ke data sensitif dan alasan mereka meninggalkan perusahaan.

  • Contoh: Karyawan yang memiliki akses ke data penting, seperti tim riset dan pengembangan, menjalani evaluasi tambahan untuk memastikan mereka tidak membawa informasi penting keluar perusahaan.

Kesimpulan

Insider threat merupakan ancaman serius bagi keamanan data dan operasional sebuah organisasi, karena berasal dari individu yang memiliki akses langsung dan kepercayaan terhadap sistem internal. Baik itu karena niat jahat atau kelalaian, ancaman ini dapat menyebabkan kerugian besar, termasuk pencurian data, sabotase sistem, atau kebocoran informasi sensitif. Mengingat sifatnya yang sering kali sulit terdeteksi, upaya untuk mengidentifikasi dan mengatasi insider threat memerlukan pendekatan yang lebih proaktif, termasuk pengawasan ketat, pelatihan keamanan, dan penerapan kebijakan akses yang terukur.

Dengan meningkatnya ketergantungan pada teknologi dan informasi digital, perusahaan perlu mengadopsi strategi keamanan yang komprehensif untuk mengurangi risiko insider threat. Langkah-langkah seperti pemantauan perilaku pengguna, audit sistem berkala, dan pembatasan akses hanya kepada pihak yang benar-benar memerlukan dapat membantu mencegah insiden yang merugikan. Pada akhirnya, kesadaran akan pentingnya insider threat dan pencegahan dini menjadi kunci dalam melindungi integritas dan keamanan organisasi di era digital.

Apabila Anda ingin mengenal lebih jauh tentang TechThink Hub Indonesia, atau sedang membutuhkan software yang relevan dengan bisnis Anda saat ini, Anda dapat menghubungi 021 5080 8195 (Head Office) dan atau +62 856-0490-2127. Anda juga dapat mengisi form di bawah ini untuk informasi lebih lanjut.

Form Request Aplikasi

Tinggalkan Balasan